Beranda | Artikel
Ucapan Selamat Tahun Baru Hijriyah, Bolehkah?
Jumat, 13 Agustus 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Ucapan selamat dalam bahasa fikih disebut at-tahni-ah (التهنئة) yang kemudian melebur ke dalam bahasa Melayu menjadi tahniyah. Dari penjelasan para ulama tentang tahni-ah, dapat kami simpulkan berikut:

Pertama, tahni-ah seorang berupa respon baik atas hal-hal mubah yang didapat saudaranya.

Seperti ucapan selamat atas kelahiran anak, pernikahan, kelulusan sekolah, selamat dari musibah, usaha sukses, dan lain-lain.

Alasan dibolehkan karena hal ini tergolong perkara adat, bukan ibadah.

Bahkan bisa beralih menjadi dianjurkan karena dapat membuat saudara kita bahagia. Sebagaimana keterangan dalam situs ilmiah dorar.net berikut,

فهذه من الأمور العادية المباحة التي لا حرَجَ فيها، ولعلَّ صاحبها يُؤجَر عليها؛ لإدخالِه السرورَ على أخيه المسلمِ، فالمباح – كما قال شيخُ الإسلام ابنُ تيميَّة: (بالنيَّة الحَسنة يكون خيرًا، وبالنيَّة السيِّئة يكون شرًّا)؛ فالتهنئةُ بهذه الأمورِ تَدورُ بين الإباحةِ والاستحباب.

“Ucapan-ucapan selamat seperti ini masuk katagori mubah, tidak mengapa dilakukan. Bahkan orang yang melakukan bisa mendapatkan pahala, karena dia telah memasukkan rasa bahagia ke hati saudaranya sesama muslim. Karena segala amalan yang mubah itu seperti kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Bisa menjadi pahala jika diniatkan berbuat baik, bisa menjadi dosa jika diniatkan berbuat buruk.” Jadi, hukum ucapan selamat yang seperti ini, berkisar antara mubah dan anjuran (mustahab).”

Baca Juga: Ritual Akhir Tahun Hijriyah

Kedua, tahni-ah atas tibanya waktu tertentu.

Seperti tahun baru, bulan baru, hari tertentu, atau hari raya. Hukumnya terbagi menjadi 3:

1. Boleh

Yaitu ucapan selamat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Karena ada dasarnya dari riwayat-riwayat para sahabat dan ulama salafus sholih.

2. Dilarang

Yaitu ucapan selamat yang mengandung tasyabbuh (keserupaan) dengan orang kafir, seperti selamat ulang tahun, selamat tahun baru (masehi), apalagi selamat hari raya orang-orang kafir.

3. Diperdebatkan kebolehannya

Yaitu ucapan selamat tahun baru Islam/hijriyah.

Perbedaan pendapat terkait ucapan tahun baru Islam

Ada ulama yang mengatakan:

1. boleh, karena ini masuk ke ranah adat (budaya) bukan ibadah, sehingga hukum asalnya boleh. Selain itu juga ada amal ibadah memasukkan bahagia ke dalam hati seorang muslim.

Di antara ulama yang memegang pendapat ini adalah Syekh Abdul Karim Al-Khudhoir.

2. tidak boleh, karena ada unsur menyerupai kaum kafir. Ciri khas mereka adalah suka mengucapkan selamat tahun baru. Selain itu, juga masuk ke ranah bid’ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan sahabat, padahal sebabnya ada di zaman beliau dan tidak ada penghalang untuk melakukannya.

Di antara yang berpendapat ini adalah Syekh Shalih Al Fauzan dan Syekh Ali bin Abdul Qodir Assegaf (pengasuh situs Ilmiyah dorar.net) –hafidzohumallah

3. boleh merespon saja, tidak mengawali.

Di antara yang berpendapat ini adalah Syekh Abdul Aziz bin Baz dan Syekh Shalih Al Utsaimin –rahimahumallah-.

Kami condong kepada pendapat yang ketiga ini; yaitu tidak mengawali ucapan selamat tahun baru Islam namun tetap merespon baik orang yang mengucapkan selamat tahun baru Islam kepada kita. Alasannya, karena pendapat ini pertengahan/moderat antara kubu yang melarang dan yang membolehkan.

Karena memang riilnya tidak ada dalil yang melarang tahni-ah seperti ini, tidak pula ada dalil yang memerintahkan. Sebagaimana penjelasan Syekh Abdul Karim Al-Khudhoir saat menukil pernyataan Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah,

لا ابتدئ بالتهنئة فإن ابتدأني أحد أجبته

“Aku tidak memulai tahni-ah. Akan tetapi, jika ada orang yang mengucapkan tahni-ah kepadaku, maka akan aku respon baik.”

Syekh lalu menjelaskan,

لأن جواب التحية واجب وأما الابتداء بالتهنئة فليس سنة مأمورا بها ولا هو أيضا مما نهي عنه

“Karena menjawab ucapan selamat itu kewajiban. Adapun memulai ucapan selamat (tahun baru), bukan termasuk sunnah yang diperintahkan, namun bukan pula termasuk perbuatan yang dilarang” (Islamqa.info).

Sehingga sebagai respon untuk kubu yang melarang; yang argumen mereka juga sangat layak dipertimbangkan: kita tidak mengawali ucapan selamat tahun baru.

Kemudian respon terhadap kubu yang membolehkan yang argumen mereka juga kuat: jika ada yang mengucapkan selamat tahun baru, kita respon baik.

Baca Juga: Sejarah Penetapan Penanggalan Tahun Hijriyah

Alasan mengapa harus merespon baik

Alasan mengapa harus merespon dengan baik, di antara karena:

Pertama, mengamalkan ayat,

وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 86).

Kedua, Islam tidak melarang ucapan selamat secara mutlak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengucapkan selamat atas tibanya Ramadhan, sahabat Tholhah bin Ubaidillah pernah menyampaikan ucapan selamat kepada sahabat Ka’ab bin Malik di hadapan Nabi, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari.

Ketiga, ada unsur amalan berpahala besar berupa memasukkan kebahagiaan ke dalam hati seorang muslim (jika diniatkan mengharap pahala itu).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

“Orang yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada manusia. Dan amal yang paling dicintai Allah adalah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati seorang muslim, mengangkat kesusahan orang lain, membayarkan hutangnya, atau menyelamatkannya dari rasa lapar. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no. 176).

Demikian paparan yang kami sampaikan berdasarkan pada keterbatasan ilmu yang sampai kepada kami. Semoga Allah Ta’ala memaafkan kesalahan kami dan menerima tulisan ini sebagai pahala di akhirat.

Wallahua’lam bis showab.

Baca Juga:

***

Penulis: Ahmad Anshori


Artikel asli: https://muslim.or.id/67998-ucapan-selamat-tahun-baru-hijriyah-bolehkah.html